Hubungan Tata Kelola Pemerintahan Pusat dan Daerah yang Efektif dan Efisien
By Admin
nusakini.com-Jakarta-Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa Kementerian Dalam Negeri merupakan kementerian regulasi. Hal ini didasari atas UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang spesifik tertera dalam BAB XIX tentang pembinaan dan pengawasan. Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan yang bersifat umum meliputi; pembagian urusan pemerintahan, kelembagaan daerah, kepegawaian pada perangkat daerah, keuangan daerah, pembangunan daerah, pelayanan publik di daerah, kerja sama daerah, kebijakan daerah, kepala daerah dan DPRD, dan bentuk pembinaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Fungsi pembinaan tersebut dituangkan dalam regulasi yang dibuat kemendagri.
“Esensi pertama UU 23 Tahun 2014 terletak pada Bab XIX tentang Binwas (Pembinaan dan pengawasan) di mana Mendagri sebagai Koordinator Binwas umum atas 10 aspek, mulai dari urusan, kepegawaian, keuangan, pelayanan publik, pembangunan sampai kerjasama daerah. Fungsi pembinaan dituangkan dalam fasilitasi dan regulasi yang kita buat. Sehingga setiap tahun pasti terbit 3 Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) baru terkait RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah), Pedum APBD (Pedoman Umum Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah) dan Binwas. Semua K/L (Kementerian/Lembaga) dan Pemda (Pemerintah Daerah) memedomaninya,” kata Tjahjo.
Esensi kedua UU 23 Tahun 2014 terdapat pada pasal 407 yang berbunyi ‘Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan daerah wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada undang-undang ini.’ Hal ini menunjukkan posisi Kemendagri menjadi sentral untuk harmoni semua aturan terkait daerah.
Di daerah, pembinaan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Namun, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan pembinaan yang bersifat umum dan bersifat teknis. Meski demikian, Kemendagri tetap memiliki fungsi sentral sebagai regulator dan fasilitator kepala daerah melalui Ditjen Otonomi Daerah.
“Gubernur sebagai wakil pusat melaksanakan Binwas umum ditambah teknis melalui Forkompimda(Forum Koordinasi Pimpinan Daerah). Mereka seringkali tidak cukup tools untuk melakukan hal tersebut. Disini kembali fungsi sentral Kemendagri sebagai regulator dan fasilitaror KDH (Kepala Daerah), Otda (otonomi daerah) sebagai esensi Kemendagri diarahkan pada penegasan posisi tersebut,” kata Tjahjo.
Tak hanya itu, Kemendagri juga memiliki posisi yang strategis sebagai pemersatu Bangsa. Hal ini diimplementasikan melalui Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum, penempatan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) di daerah untuk menjaga stabilitas daerah dalam pelaksanaan pemerintahan.
Kian sentralnya posisi Kemendagri sebagai kementerian regulasi membuat Menteri Dalam Negeri menempatkan posisi kepala daerah, provinsi hingga kabupaten/kota sebagai mitra pemerintahan untuk mengelola tata pemerintahan pusat dan daerah yang efektif, efisien untuk mempercepat birokrasi.
“Mendagri menempatkan posisi Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai mitra pemerintahan, tidak ada atasan bawahan. Sama- sama berkomitmen membangun hubungan tata kelola Pemerintahan Pusat dan Daerah yang harus semakin efektif, efisien mempercepat reformasi birokrasi dalam rangka Penguatan Otonomi Daerah. Posisi Gubernur juga wakil Pemerintahan Pusat di daerah . Terkait Kebijakan Daerah, Kemendagri mempersilahkan sepanjang tidak mengganggu Regulasi Nasional,” pungkas Tjahjo.(p/ab)